Cuti Low Cost - High Experience

Kalo ada kesempatan untuk cuti, kalian pengen melakukan apa?

Tidur seharian, jalan-jalan ke mall, beberes rumah, pulang kampung? Ga ada jawaban yang salah menurutku, karena sebenarnya esensi cuti adalah melakukan apapun yang kalian inginkan, yang tidak bisa kalian lakukan di hari kerja.

Kalo aku suka memanfaatkan cuti untuk explore tempat yang belum pernah aku kunjungi, nyobain makanan yang belum pernah aku coba, tapi dengan biaya yang ga terlalu mahal.hahaha

Tanggal 31 Juli 2019 kemarin, di hari terakhir penggunaan jatah cuti 2018, aku memutuskan untuk me time keliling Surabaya. Menurutku, me time tuh perlu, buat memunculkan kamu yang bener-bener kamu, tanpa ada harapan orang di sekitarmu yang sudah kenal kamu sebelumnya, dan melihat bagaimana kamu bisa bertahan hidup tanpa kenal orang sekitarmu. Karena aku orang yang males bersosialisasi dengan orang kalo ga terpaksa (jangan ditiru ya guys), jadi ketika aku pergi sendirian gini aku bisa lebih rajin bertanya ke orang lain, ngajak ngomong orang lain yang belum dikenal karena memang ga kenal siapa-siapa.

Terminal Bungurasih
Cutiku dimulai dengan pergi ke Bungurasih pagi-pagi, bawa sampah botol plastik sekresek. Karena aku pengen bepergian pake Suroboyo Bus. Jadi, botol plastik yang sudah lama kupendam (udah kayak perasaan aja nih), aku tukar dengan sticker Suroboyo Bus. Ingat ya, sampah plastik yang diterima hanya botol plastik dan gelas plastik bekas minuman kemasan dan semuanya harus dalam keadaan utuh, ga boleh diremuk (walaupun pada akhirnya sampahku ga dicek sama sekali). Jadi, kalo kalian mau tukar sampah, bisa langsung bawa sampahnya ke pos warna oranye yang ada di pintu keluar terminal (ini arah pintu keluar bus dalam kota, di dekat tempat ngetemnya Suroboyo Bus kalo lagi ngetem di dalam terminal).

Saat aku mau masuk ke posnya, bapak petugasnya langsung mengarahkan aku untuk meletakkan sampahku di belakang posnya, lalu baru masuk ke dalam dan ditanya bawa berapa botol untuk dikonversi menjadi sticker tiketnya (1 tiket itu setara dengan 10 gelas atau botol untuk 330mL, 5 botol untuk 600mL dan 3 botol untuk 1,5L). Jangan lupa untuk bawa KTP juga untuk ditukar dengan Kartu Setor Sampah yang ditempeli sticker oleh petugas. Saat ini, penukaran sampah maksimal per orang 10 tiket per hari. Info selengkapnya silakan cek di instagram @suroboyobus ya. Kalau ada pertanyaan juga bisa di-DM, walaupun responnya tidak terlalu cepat, tapi dibalas kok.

Setelah punya bekal tiket untuk perjalanan, aku langsung naik bus Suroboyo. Bus ini ada 2 rute, dari Selatan (terminal Purabaya / Bungurasih) ke Utara (jalan Rajawali) dan dari Barat (UNESA) ke Timur (ITS) Surabaya.  Untuk yang ingin naik bus tingkat, Suroboyo bus juga punya bus tumpuk, tetapi rutenya lebih pendek, tidak sampai ke jalan Rajawali dan armadanya hanya 1.Penukaran sampah menjadi sticker memang hanya ada di Bungurasih dan halte Rajawali ya. Kalian tetap bisa naik di setiap halte yang ada di rute Suroboyo Bus dengan membawa sampah plastik untuk 1 kali perjalanan dan meletakkan sampah di tempat sampah di dalam bus. Bagi yang membawa Kartu Setor Sampah, sticker akan dilubangi untuk sekali perjalanan, jadi kalau sudah punya Kartu Setor Sampah dengan stickernya, enak deh kalau mau pergi tinggal bawa kartu aja, simpel ga pake ribet.

Menurutku busnya sangat nyaman sih, sudah ada tempat duduk khusus wanita, ada juga untuk lansia dan penyandang disabilitas. Di bagian depan bus ada banyak tombol yang entah fungsinya untuk apa, ada juga monitor yang menunjukkan kecepatan bus dan kecepatan suroboyo bus yang ada di depannya (jika ada). Bus ini akan berhenti di setiap halte walaupun tidak ada yang naik ataupun turun di halte tersebut, karena petugasnya (atau kalau di tiket istilahnya tertulis "helper") perlu scan barcode di setiap halte yang menjadi rute bus ini. Bus juga semakin nyaman karena dilengkapi dengan AC dan iringan musik pop. Kurang enak apa lagi dong untuk jalan-jalan di Surabaya yang panas selain naik bus ber-AC, ada musik, tanpa biaya pula. Ada banyak orang juga yang memanfaatkan bus ini untuk liburan, sehingga bus ini lebih ramai saat weekend. Di sepanjang perjalanan juga ada informasi berupa suara bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang menginfokan nama halte pemberhentian selanjutnya, sehingga tidak ada penumpang yang salah turun. Saat itu aku turun di halte Indrapura karena tujuanku selanjutnya ada di dekat halte tersebut.



Museum Kesehatan dr. Adhyatma, MPH
Dari halte Indrapura, aku cukup berjalan kaki sedikit saja untuk ke Museum Kesehatan ini. Sudah lama aku ingin berkunjung ke sini, tapi karena museum ini hanya buka di hari Senin sampai Jumat dan di hari libur juga tutup, aku hanya bisa berkunjung saat cuti kerja saja. Jadi, tentu museum ini jadi tujuan utamaku saat cuti di Surabaya. Saat masuk ke museum, langsung cari saja loket penjualan tiketnya, harga tiketnya murah, hanya Rp 1.500,00 per orang. Saat aku ke sana, tidak ada pengunjung lain, jadi suasananya agak mencekam sih, ngeri-ngeri sedap gitu. Saranku, jangan pergi sendirian ke sana, tapi karena saat itu aku sudah sampai di sana, ya sikat aja (sambil mengumpulkan keberanian).

Jadi museumnya dibagi dalam beberapa bagian yaitu kesehatan sejarah, kesehatan IPTEK, kesehatan budaya dan kesehatan manusiawi. Di bagian atas loket sudah ada petunjuk arah mengenai lokasi masing-masing museum. Saat baru memasuki museum kesehatan sejarah, yang pertama tertangkap oleh mataku adalah lukisan wajah dr. Adhyatma dengan beberapa album foto lama yang tanpa keterangan siapa dan peristiwa apa yang ada di foto tersebut. Lalu ada kumpulan resep zaman dulu, foto menteri kesehatan dari semua periode pemerintahan, dan foto tokoh-tokoh dunia yang berjasa dalam sejarah kesehatan seperti Henry Dunant, Lord Baden Powell dan Florence Nightingale. Kemudian ada peralatan rumah sakit dan operasi yang sudah lama. Di bagian ini, tanpa sadar aku berjalan agak cepat karena merasa ngeri dengan suasana yang hening dan berdiri di antara barang yang umurnya sudah puluhan atau mungkin juga ratusan tahun. Museum bagian kesehatan sejarah ini langsung terhubung dengan kesehatan IPTEK. Di bagian ini, terlihat berbagai penemuan yang unik seperti celana anti perkosaan, beberapa sampel dari laboratorium Farmasi yang diambil tahun 1986, dan beberapa hal lain mengenai ilmu pengetahuan saat ini.


Kemudian, aku berjalan ke bagian selanjutnya yaitu kesehatan budaya. Sepertinya ini bagian paling populer dari seluruh bagian museum kesehatan ini, karena museum ini juga dikenal dengan nama museum santet. Di bagian ini, kita bisa melihat berbagai hal yang bersifat mistis dan sering disebut-sebut dalam kebudayaan manusia sampai sekarang. Ada peralatan untuk pengobatan tradisional seperti sangkal putung, pangur, lalu ada paku yang dikeluarkan dari tubuh manusia yang disantet, jenglot, dan ada hasil khitanan massal yang sudah berlangsung bertahun-tahun lalu (yang aku masih ga tau untuk apa disimpan, kalau ada yang tahu alasannya bisa tulis di comment ya). Selain itu juga ada hal-hal yang berkaitan dengan budaya seperti kain tradisional, miniatur rumah adat, dan silsilah keluarga kerajaan. Hampir di setiap hal yang ada di bagian museum ini dilengkapi dengan makalah yang menjelaskan fungsi dan asal dari barang tersebut.


Museum bagian kesehatan manusiawi tidak berisi terlalu banyak barang, dan menurutku jadi kurang menarik karena sudah melihat banyak hal di bagian sebelumnya.

Saat akan pulang, aku sempat ngobrol sebentar dengan petugas di sana, Sekarang selain menjadi museum, tempat ini juga menjadi pusat akupuntur di Surabaya, di bagian dalam juga ada klinik jual obat tradisional, serta ada tempat untuk terapi anak berkebutuhan khusus.


Lontong Balap Rajawali
Setelah selesai berkeliling museum kesehatan, aku pergi mencari makan siang khas Surabaya yang masih berada di daerah sana. Dengan berjalan kaki selama sekitar 12 menit, aku sampai di lontong balap yang lokasinya ada di pinggir jalan Rajawali. Ada yang menarik saat aku sedang berjalan kaki, saat itu karena aku mengandalkan GPS, aku beberapa kali mengecek handphone dan kembali berjalan. Saat itu, ada beberapa oma dan opa yang melihat aku berjalan sendirian sambil sesekali melihat handphone, lalu mereka bertanya "cari siapa?", setelah aku bilang tujuanku, mereka menunjukkan arah sambil berpesan "hati-hati ya, jangan keluarkan hp di pinggir jalan". Mungkin kehangatan dan keramahan ini ga akan aku rasakan jika aku tidak pergi sendirian hari itu.

Setelah menemukan tempat lontong balap rajawali, aku sempat kebingungan mencari pintu masuknya, dan lagi-lagi merasakan kebaikan orang lain, ada bapak tukang parkir yang menghampiri dan menunjukkan pintu masuknya. Jadi pintu masuknya itu berupa pintu geser yang berada tepat di punggung pengunjung yang sedang makan di dalam. Tempatnya memang agak sempit, jadi lebih baik datang sebelum jam makan siang agar masih bisa makan dengan nyaman. Pintu masuk akan selalu tertutup karena di dalam ada pendingin ruangannya.

Saat baru memasuki depot lontong balap ini, pelanggan akan langsung disambut dengan kalimat sapaan yang sepertinya memang sudah templatenya seperti "Sugeng rawuh, lontong balapnya makan sini atau bungkus, minumnya ada bla3, minum apa?" dan kalimat ini disebutkan dengan cepat ya, jadi aku agak mikir dulu buat mencerna kalimatnya. Aku pesan 1 lontong balap tanpa lontong (karena berencana lanjut makan di destinasi selanjutnya) dan 5 tusuk kerang (1 porsi kerang bisa pilih yang 5 atau 10 tusuk). Seporsi lontong balap yang berisi lontong, tahu, lento, dan tauge harganya Rp 20.000,00 sedangkan 5 tusuk sate kerang harganya Rp 7.500,00.


Saat ini lontong balap Rajawali dikelola oleh generasi yang ke-3. Seperti lontong balap lainnya, lontong balap Rajawali ini juga dulunya dijual dengan menggunakan "pikul-an" selama 2 generasi, dan baru berjualan di jalan Rajawali ini saat generasi ke-3.

Jika di tempat lain biasanya kita menghampiri kasir saat sudah selesai makan dan akan membayar, di tempat ini sistemnya seperti rawon kalkulator. Pegawainya yang akan datang menghampiri kita, melihat apa saja pesanan kita dan menghitung dengan cepat sambil disebutkan harga masing-masingnya seperti kalkulator.

Es Coklat Tambah Umur
Selesai makan lontong balap, aku lanjut minum di daerah Simokerto. Karena perjalanan cukup jauh (sekitar 30 menit jika berjalan kaki) dan keburu haus, aku memilih menggunakan ojek online. Saat sampai di Simokerto, di sebelah kiri jalan akan terlihat tenda seperti ini.

Jika lontong balap tadi sudah sampai di generasi ke-3, es coklat tambah umur ini masih di generasi ke-2 dan dari generasi pertama memang sudah berjualan di Simokerto. Seperti namanya, menu utama dari tempat ini adalah es coklat, pengunjung dapat memilih makanan pendampingnya sendiri seperti roti kadet dan gorengan.

Yang menarik dari es coklat ini, setiap minggu yang berjualan berbeda. Jadi kalau kamu minggu ini beli es coklat tambah umur di Simokerto, saat minggu depan kamu beli, kamu akan mendapati penjual yang berbeda dengan rasa es coklat yang juga (katanya) berbeda tapi berjualan di tempat yang sama. Setelah ngobrol dengan penjual dan pembeli lain saat itu, katanya memang mereka berjualannya gantian antara si ibu dan saudaranya, dan saat saya bertanya dengan pengunjung lain, katanya sih es coklat yang saat itu saya coba lebih enak karena lebih kental. Tapi ini kan soal selera, jadi kalian buktikan sendiri saja ya, coba bandingkan. Untuk membedakannya cukup mudah kok karena spanduk yang di tendanya gambarnya berbeda, yang satu pakai gambar tom, jerry dan garfield, satunya nggak ada tokoh kartunnya. Saat itu yang aku coba yang ga ada tokoh kartunnya. Dan si ibu ini juga berjualan di sekitaran waduk UNESA menggunakan mobil avanza hitam, tapi sistemnya di sana drive thru, tidak ada tempat duduknya. Segelas es coklat ini dijual dengan harga Rp 8.000,00 (cek info selengkapnya di IG @escoklat_tambahumur1950).

Setelah dari Simokerto, aku mau pulang lagi dengan naik Suroboyo bus, jadi aku pergi ke halte terdekat dari sana menggunakan ojek online. Ojek yang aku naiki melewati jalan di daerah jalan Panggung dekat pasar Pabean. Sebelumnya aku melintas di jalan panggung selalu dengan berjalan kaki. Menurutku ini menjadi pengalaman unik lain saat naik motor melintas di daerah sana. Jika biasanya saat berjalan kaki, aku bisa mencium berbagai aroma dan bergantian secara perlahan, saat aku naik motor, semua aroma itu berkelebat secara cepat. Mulai dari aroma amis ikan mentah, aroma ikan asin, aroma rempah-rempah, dan aroma parfum, semua bergantian menyerang indera penciumanku untuk diidentifikasi satu per satu. Mungkin kalian perlu coba juga untuk bisa merasakan pengalaman ini :)

Setelah sampai di halte bus (haltenya cuma ada tiang ini aja ya, tapi ada logo suroboyo busnya), aku buka aplikasi Suroboyo bus buat lihat bus yang sedang berjalan ke arahku kira-kira berapa lama lagi. Saat sudah semakin dekat, tinggal siap-siap naik, duduk manis sampai halte tujuan yang paling dekat dengan kos (saat itu aku turun di halte margorejo, lalu naik ojek online untuk pulang).

Tapi, yang menjadi pertanyaanku, dengan semakin sadarnya orang-orang untuk menggunakan tumbler ke manapun, akhirnya kita sudah semakin jarang punya sampah botol plastik, nantinya gimana ya caranya kita naik bus ini?

Gimana? Cukup murah tapi dapat banyak pengalaman kan?

Ini ceritaku dalam menghabiskan cuti. Mungkin aku memang perlu menjadwalkan pergi sendirian minimal setahun sekali walaupun perginya tidak terlalu jauh. Karena bagiku, pergi sendirian ini bisa jadi semacam terapi diri, untuk membuat aku tetap jadi manusia, makhluk yang rajin membangun interaksi dengan sekitar, ga hanya nunduk lihat hp. Membuat aku lebih mudah berkata permisi dan bertanya tanpa ragu, karena aku sadar kalau sedang di luar sana, aku ga bisa jadi orang yang hanya diam saja untuk bisa bertahan hidup.

Intinya, lakukan apapun yang kalian inginkan di hari cutimu, manfaatkan hari cuti sebaik mungkin untuk bisa siap kembali menghadapi hari kerja yang sudah menanti.

Selamat bekerja dan cuti pada waktunya.
H a p p y  F U N D A Y

Komentar