Halaman Kawasan Kota Tua |
Yaaayy!! Mr. Crab sampai di kawasan kota tua Jakarta. Panas tapi bahagia. Untuk menuju ke sana, tentunya aku ga punya saran lain selain mengikuti google map. Jika mau naik kereta, harus turun di stasiun tanjung priok lalu lanjut naik KRL ke stasiun Jakarta kota. Apabila naik kendaraan pribadi, kendaraan bisa diparkir di area pertokoan di daerah sana, nanti akan ada papan petunjuk "parkir kota tua", tinggal ikuti itu saja. Aku kesana pada hari Sabtu, lumayan banyak pengunjung yang datang, bahkan terlihat ada beberapa rombongan anak SD yang lagi study tour juga di sana. Jadi, beginilah perjalanan singkatku mengelilingi sebagian dari kota tua Jakarta.
Saat memasuki lorong menuju halaman kota tua, ada beberapa seniman yang sudah berdandan menyerupai patung dengan membawa atribut yang sesuai dengan tema dandanan mereka. Unik-unik dan totalitasnya kelihatan banget sih. Ada yang mengecat seluruh badan dengan warna hijau, emas, perak. Kita bisa berfoto bareng mereka dan membayar secara sukarela pada kotak yang disediakan.
Bukan Patung Biasa |
Di kota tua ini ada beberapa museum yang bisa dikunjungi, antara lain museum Fatahillah, museum seni rupa dan keramik, museum bank Indonesia, museum wayang, musem bank mandiri, dan sepertinya yang paling terkenal adalah museum Fatahillah. Jadi aku memutuskan untuk memasuki museum Fatahillah di kesempatan kali ini.
Saat aku ke sana, pintu depan museum Fatahillah ditutup dan ada tulisan masuk lewat pintu samping (entah memang begitu atau hanya sementara). Pintu sampingnya itu persis di seberang kedai seni Djakarte ini.
Kedai Seni Djakarte di Kawasan Kota Tua |
Setelah masuk, kita bisa langsung ke loket untuk membeli tiketnya. Cukup dengan Rp 5.000,00 pengunjung sudah bisa berkeliling mengenal Jakarta lebih dalam lagi melalui sejarah berdirinya kota ini. Tidak jauh dari pintu masuk, aku dibuat kagum dengan adanya mural di dinding yang sangat besar.
Mural di Museum Fatahillah |
Setelah melihat beberapa mural dan perabotan, pengunjung akan melalui sebuah pintu yang mengarah ke luar, ke halaman belakang Museum Fatahillah. Di halaman belakang, kita bisa menemui beberapa penjual makanan khas Jakarta seperti kerak telor,tahu gejrot, dan lain-lain. Saat itu aku sempat berpikir "Lha, sudah habis?", tetapi ternyata ini hanya jeda sejenak, yang aku lihat tadi mungkin hanya seperempat atau bahkan kurang dari itu jika dibandingkan dengan keseluruhan museum.
Di dekat orang yang berjualan makanan, ada ondel-ondel yang diletakkan di sana. Daripada ondel-ondelnya nganggur, aku fotoin aja deh seperti foto di atas. Kalian sadar nggak kalo ondel-ondel yang cowok itu wajahnya selalu berwarna merah, sedangkan yang cewek selalu berwarna putih? Aku baru tau lho kalau selalu begitu, kirain kasih warna wajahnya itu sesuka hati yang bikin aja pengennya warna apa. Karena penasaran, di perjalanan pulang dari kota tua aku googling kenapa warnanya selalu begitu. Katanya warna merah dan putih itu menyimbolkan kekuatan jahat dan baik. Ondel-ondel yang cowok digambarkan jahat, sedangkanyang cewek digambarkan baik. Jadi sepasang ondel-ondel ini menunjukkan keseimbangan, ada baik ada buruk. Ada sumber lain juga yang mengatakan bahwa warna merah menunjukkan keberanian, untuk menimbulkan kesan semangat, sedangkan warna putih menunjukkan kesucian.
Ondel-Ondel di Belakang Museum |
Halaman Belakang Museum Fatahillah |
Jadi ceritanya, patung ini merupakan hadiah dari seorang warga negara Belanda kepada pemerintah Batavia sebagai ucapan terima kasih karena dulu dia mendapat kesempatan untuk menjalankan bisnis di Batavia. Awalnya patung yang merupakan benda cagar budaya pemprov DKI ini dipasang di jembatan Harmoni (daerah Gambir), tapi agar patungnya dapat dirawat lebih baik, patung ini dipindah ke museum Fatahillah. Karena menyimpan cerita Jakarta di masa lampau, patung ini bisa dianggap salah satu koleksi museum sejarah Jakarta kan?
Patung Dewa Hermes |
Penjara Bawah Tanah |
Salah satu koleksi lukisan di museum Fatahillah |
Lemari Buku Dewan Pengadilan |
Pekinangan |
Dari balkon lantai 2 museum Fatahillah, kita juga bisa melihat ke luar, melihat lapangan di depan museum Fatahillah yang dipenuhi dengan pengunjung yang sedang berjalan santai maupun naik sepeda warna-warni yang disewakan di area kota tua.
Pemandangan dari Lantai 2 Museum Fatahillah |
Bagian Depan Museum Seni Rupa dan Keramik |
Patung S. Soedjojono dan Raden Saleh
Karena aku bukan orang yang mengerti seni, selama berjalan di museum ini aku hanya manggut-manggut sok paham ketika melihat berbagai lukisan dan keramik. Tapi ada hal menarik yang aku temukan di dalam museum ini, yaitu adanya lukisan yang memadukan lukisan dengan kain batik, tapi lukisan yang itu malah gak aku foto.
Beberapa Lukisan di Museum Seni Rupa dan Keramik
Bagi kalian yang memang suka seni, wajib mengunjungi museum ini sih. Pasti kalian betah berlama-lama di museum ini, mengamati setiap lukisan dan keramik yang dipajang.
Selesai dari kota tua, aku mampir ke kedai kopi es yang cukup terkenal dan legendaris di Jakarta. Berlokasi di kawasan Petak Sembilan. Di sepanjang jalan, banyak pedagang yang menawarkan berbagai makanan yang mengandung babi, dari yang sering aku jumpai seperti nasi campur babi, bakso goreng, pangsit mie, sampai yang asing di telingaku yaitu sekba/bektim. Aku pertama kali nih lihat orang jualan bektim (yang sepenglihatanku seperti babi kecap) di dalam panci yang diletakkan di atas sepeda. Saat di dalam gang ini, aku hampir ga menemukan si kedai kopi ini lho, karena saking ramainya pedagang yang berjualan sampai menutupi kedai ini. Kedai kopi ini sudah berdiri sejak tahun 1927, jadi yang sekarang mengelola ini sudah sampai di generasi keempat. Saranku, jangan datang terlalu siang karena jam 2 siang kedai ini udah tutup.
Saat itu, aku datang sekitar jam setengah sebelas siang dan kedainya ramai sekali, dan ternyata kopinya habis, masih dibuatkan yang baru. Jadi ada begitu banyak pengunjung yang rela tetap menunggu untuk bisa menikmati es kopi ini. Sembari menunggu, akhirnya aku memesan nasi campur babi dan mie ayam yang dijual di sana dan rasanya enak. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya es kopi susu Tak Kie sudah siap. Sebenarnya ada varian kopi hitam dan kopi susu, tapi saat itu yang tersisa hanya es kopi susu saja. Lalu gimana rasa es kopinya? SEGER BANGEETT. Apalagi saat itu lagi kepanasan pula, rasa pahitnya terasa, rasa susu dan manisnya ok. Aku agak lupa sih harganya berapa, yang pasti antara 20-30 ribu. Ok lah untuk harga minuman di Jakarta.
Es Kopi Susu Tak Kie |
Jadi, bagi kamu yang doyan minum es kopi dan sedang di Jakarta, perlu mampir ke Petak Sembilan buat nyobain es kopi ini. Apalagi kalo kamu doyan makan makanan mengandung babi, wajib banget sih buat mampir ke sini. Lalu kenapa post ini judulnya part 1? Karena aku belum selesai keliling Kota Tua Jakarta-nya. Kapan part 2 nya? Belum tahu, nanti kalau ada kesempatan keliling Jakarta lagi :)
Komentar
Posting Komentar