Kota Tua Jakarta (Part 1) & Kopi Es Tak Kie

Halaman Kawasan Kota Tua
Yaaayy!! Mr. Crab sampai di kawasan kota tua Jakarta. Panas tapi bahagia. Untuk menuju ke sana, tentunya aku ga punya saran lain selain mengikuti google map. Jika mau naik kereta, harus turun di stasiun tanjung priok lalu lanjut naik KRL ke stasiun Jakarta kota. Apabila naik kendaraan pribadi, kendaraan bisa diparkir di area pertokoan di daerah sana, nanti akan ada papan petunjuk "parkir kota tua", tinggal ikuti itu saja. Aku kesana pada hari Sabtu, lumayan banyak pengunjung yang datang, bahkan terlihat ada beberapa rombongan anak SD yang lagi study tour juga di sana. Jadi, beginilah perjalanan singkatku mengelilingi sebagian dari kota tua Jakarta.

Saat memasuki lorong menuju halaman kota tua, ada beberapa seniman yang sudah berdandan menyerupai patung dengan membawa atribut yang sesuai dengan tema dandanan mereka. Unik-unik dan totalitasnya kelihatan banget sih. Ada yang mengecat seluruh badan dengan warna hijau, emas, perak. Kita bisa berfoto bareng mereka dan membayar secara sukarela pada kotak yang disediakan.
Bukan Patung Biasa
Di kota tua ini ada beberapa museum yang bisa dikunjungi, antara lain museum Fatahillah, museum seni rupa dan keramik, museum bank Indonesia, museum wayang, musem bank mandiri,  dan sepertinya yang paling terkenal adalah museum Fatahillah. Jadi aku memutuskan untuk memasuki museum Fatahillah di kesempatan kali ini. 

Saat aku ke sana, pintu depan museum Fatahillah ditutup dan ada tulisan masuk lewat pintu samping (entah memang begitu atau hanya sementara). Pintu sampingnya itu persis di seberang kedai seni Djakarte ini.

Kedai Seni Djakarte di Kawasan Kota Tua
Setelah masuk, kita bisa langsung ke loket untuk membeli tiketnya. Cukup dengan Rp 5.000,00 pengunjung sudah bisa berkeliling mengenal Jakarta lebih dalam lagi melalui sejarah berdirinya kota ini. Tidak jauh dari pintu masuk, aku dibuat kagum dengan adanya mural di dinding yang sangat besar.
Mural di Museum Fatahillah
Mural ini adalah karya Harijadi Soemadidjaja yang menggambarkan pesta mewah di Batavia pada tahun 1880-1920 atas permintaan Ali Sadikin, gubernur Jakarta saat itu. Kalau kalian perhatikan gambar di atas ini, bagian atas mural belum selesai diwarnai tetapi kita masih bisa melihat keseluruhan gambar dari sketsa tipis yang ada. Karya yang dibuat pada tahun 1973 (1 tahun sebelum museum dibuka) tidak diselesaikan karena kondisi dinding yang lembab, terlalu banyak mengandung air laut, sehingga cat tidak bisa menempel pada dinding tersebut. Tapi menurutku ini jadi hal yang menarik, kita sering mendengar istilah "selesai-tidak selesai harus dikumpulkan", "tidak selesai" memang kadang harus terjadi, karena terbatasnya waktu dan kondisi. Kalau kita sudah berusaha maksimal dan akhirnya tidak selesai, kita harus ikhlas merelakan "tidak selesai" itu mampir di hidup kita (eciyeehh).

Setelah melihat beberapa mural dan perabotan, pengunjung akan melalui sebuah pintu yang mengarah ke luar, ke halaman belakang Museum Fatahillah. Di halaman belakang, kita bisa menemui beberapa penjual makanan khas Jakarta seperti kerak telor,tahu gejrot, dan lain-lain. Saat itu aku sempat berpikir "Lha, sudah habis?", tetapi ternyata ini hanya jeda sejenak, yang aku lihat tadi mungkin hanya seperempat atau bahkan kurang dari itu jika dibandingkan dengan keseluruhan museum.

Ondel-Ondel di Belakang Museum
Di dekat orang yang berjualan makanan, ada ondel-ondel yang diletakkan di sana. Daripada ondel-ondelnya nganggur, aku fotoin aja deh seperti foto di atas. Kalian sadar nggak kalo ondel-ondel yang cowok itu wajahnya selalu berwarna merah, sedangkan yang cewek selalu berwarna putih? Aku baru tau lho kalau selalu begitu, kirain kasih warna wajahnya itu sesuka hati yang bikin aja pengennya warna apa. Karena penasaran, di perjalanan pulang dari kota tua aku googling kenapa warnanya selalu begitu. Katanya warna merah dan putih itu menyimbolkan kekuatan jahat dan baik. Ondel-ondel yang cowok digambarkan jahat, sedangkanyang cewek digambarkan baik. Jadi sepasang ondel-ondel ini menunjukkan keseimbangan, ada baik ada buruk. Ada sumber lain juga yang mengatakan bahwa warna merah menunjukkan keberanian, untuk menimbulkan kesan semangat, sedangkan warna putih menunjukkan kesucian.

Halaman Belakang Museum Fatahillah
Bintang utama dari halaman belakang ini menurutku adalah patung Hermes yang terletak di tengah halaman. Tapi ini kan museum sejarah Jakarta? Kenapa malah ada patung dewa Yunani di sini? Apa hubungannya patung ini dengan sejarah kota Jakarta?
Jadi ceritanya, patung ini merupakan hadiah dari seorang warga negara Belanda kepada pemerintah Batavia sebagai ucapan terima kasih karena dulu dia mendapat kesempatan untuk menjalankan bisnis di Batavia. Awalnya patung yang merupakan benda cagar budaya pemprov DKI ini dipasang di jembatan Harmoni (daerah Gambir), tapi agar patungnya dapat dirawat lebih baik, patung ini dipindah ke museum Fatahillah. Karena menyimpan cerita Jakarta di masa lampau, patung ini bisa dianggap salah satu koleksi museum sejarah Jakarta kan?

Patung Dewa Hermes
Setelah selesai berfoto dengan Hermes, kita bisa menuju tangga yang ke bawah, ke penjara bawah tanah. Ada beberapa ruangan penjara bawah tanah yang terlihat gelap dan pengap. Kita bisa melongok ke dalam bahkan bisa masuk untuk merasakan seperti apa rasanya jadi penghuni penjara bawah tanah.
Penjara Bawah Tanah
Kemudian, dilanjutkan dengan menaiki anak tangga di belakang patung Hermes, kita akan melihat berbagai benda antik dan bersejarah seperti lukisan, kursi, lemari, berbagai peralatan zaman dulu yang disimpan di kotak kaca.
Salah satu koleksi lukisan di museum Fatahillah
Lemari Buku Dewan Pengadilan
Saat berjalan menyusuri lantai 2 museum ini, ada lemari yang menyita perhatianku. Bukan hanya karena besarnya, tetapi juga karena keindahannya. Pada bagian atas lemari terdapat ornamen berwarna emas, di sebelah kiri terdapat patung Dewi Keadilan yang katanya dulu tangan kanan patung ini membawa timbangan. Sedangkan di sebelah kanan terdapat patung Dewi Kebenaran yang katanya dulu tangan kanan patung ini membawa cermin dan tangan kiri mencekik seekor ular. Namun semua atribut tersebut sudah tidak ada sekarang. Di antara kedua patung Dewi tersebut, terdapat ukiran yang menggambarkan empat belas lambang keluarga dari anggota Dewan Pengadilan. Arti ukiran tersebut adalah dewan hakim merupakan titisan dewi kebenaran dan keadilan.

Pekinangan
Pekinangan ini adalah alat yang digunakan untuk mengunyah sirih pada budaya masyarakat Jawa yang sering juga disebut nyirih atau nginang. Alat ini terdiri dari sebuah wadah besar yang atasnya berisi 4 wadah kecil yang masing-masing berfungsi sebagai tempat tembakau, kapur sirih dan biji pinang.

Dari balkon lantai 2 museum Fatahillah, kita juga bisa melihat ke luar, melihat lapangan di depan museum Fatahillah yang dipenuhi dengan pengunjung yang sedang berjalan santai maupun naik sepeda warna-warni yang disewakan di area kota tua.
Pemandangan dari Lantai 2 Museum Fatahillah
Setelah berkeliling di Museum Fatahillah, aku ke luar museum dan kembali berjalan ke area kota tua. Museum yang pertama terlihat adalah museum Seni rupa dan keramik. Kalian bisa masuk ke museum ini dengan membayar tiket sebesar Rp. 5.000,00. Balai seni rupa ini sempat beberapa kali berganti fungsi, gedung ini pernah dipergunakan sebagai asrama militer, kantor walikota Jakarta Barat, kantor dinas museum dan sejarah DKI Jakarta, dan sejak 1976 hingga sekarang menjadi balai seni rupa.

Bagian Depan Museum Seni Rupa dan Keramik
Di depan pintu masuk kita disambut dengan dua patung, yang di sisi sebelah kiri adalah Sindudarsono Sudjojono. Beliau dijuluki sebagai Bapak Seni Lukis Modern Indonesia dan beliau juga pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI). S. Sudjojono dikenal dengan paham "Lukisan adalah jiwa yang Nampak". Di sisi sebelah kanan terdapat patung Raden Saleh Sjarif Boestaman yang merupakan seorang maestro seni modern di Indonesia.
Patung S. Soedjojono dan Raden Saleh

Karena aku bukan orang yang mengerti seni, selama berjalan di museum ini aku hanya manggut-manggut sok paham ketika melihat berbagai lukisan dan keramik. Tapi ada hal menarik yang aku temukan di dalam museum ini, yaitu adanya lukisan yang memadukan lukisan dengan kain batik, tapi lukisan yang itu malah gak aku foto.
Beberapa Lukisan di Museum Seni Rupa dan Keramik

Bagi kalian yang memang suka seni, wajib mengunjungi museum ini sih. Pasti kalian betah berlama-lama di museum ini, mengamati setiap lukisan dan keramik yang dipajang.

Selesai dari kota tua, aku mampir ke kedai kopi es yang cukup terkenal dan legendaris di Jakarta. Berlokasi di kawasan Petak Sembilan. Di sepanjang jalan, banyak pedagang yang menawarkan berbagai makanan yang mengandung babi, dari yang sering aku jumpai seperti nasi campur babi, bakso goreng, pangsit mie, sampai yang asing di telingaku yaitu sekba/bektim. Aku pertama kali nih lihat orang jualan bektim (yang sepenglihatanku seperti babi kecap) di dalam panci yang diletakkan di atas sepeda. Saat di dalam gang ini, aku hampir ga menemukan si kedai kopi ini lho, karena saking ramainya pedagang yang berjualan sampai menutupi kedai ini. Kedai kopi ini sudah berdiri sejak tahun 1927, jadi yang sekarang mengelola ini sudah sampai di generasi keempat. Saranku, jangan datang terlalu siang karena jam 2 siang kedai ini udah tutup.

Saat itu, aku datang sekitar jam setengah sebelas siang dan kedainya ramai sekali, dan ternyata kopinya habis, masih dibuatkan yang baru. Jadi ada begitu banyak pengunjung yang rela tetap menunggu untuk bisa menikmati es kopi ini. Sembari menunggu, akhirnya aku memesan nasi campur babi dan mie ayam yang dijual di sana dan rasanya enak. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya es kopi susu Tak Kie sudah siap. Sebenarnya ada varian kopi hitam dan kopi susu, tapi saat itu yang tersisa hanya es kopi susu saja. Lalu gimana rasa es kopinya? SEGER BANGEETT. Apalagi saat itu lagi kepanasan pula, rasa pahitnya terasa, rasa susu dan manisnya ok. Aku agak lupa sih harganya berapa, yang pasti antara 20-30 ribu. Ok lah untuk harga minuman di Jakarta.
Es Kopi Susu Tak Kie
Jadi, bagi kamu yang doyan minum es kopi dan sedang di Jakarta, perlu mampir ke Petak Sembilan buat nyobain es kopi ini. Apalagi kalo kamu doyan makan makanan mengandung babi, wajib banget sih buat mampir ke sini. Lalu kenapa post ini judulnya part 1? Karena aku belum selesai keliling Kota Tua Jakarta-nya. Kapan part 2 nya? Belum tahu, nanti kalau ada kesempatan keliling Jakarta lagi :)

Komentar