Rumah Wafat Bapak Wage, Rumah Kecil Segudang Cerita

Tentu kalian semua tahu siapa Bapak WR. Soepratman? Lagu ciptaannya terdengar di seluruh penjuru negeri ini setiap 17 Agustus dan akan terus dikumandangkan selama Asian Games 2018 ini jika atlet kebanggaan kita meraih medali emas. Tapi siapa sangka kalau beliau pernah bergabung dalam band Jazz. Kok bisa tahu? Emang dimasukkan ke dalam buku pelajaran sejarah?
Tenang, kalian ga ketinggalan pelajaran di sekolah dulu kok, memang hal ini ga pernah dimasukkan ke dalam buku pelajaran. Aku juga baru tahu setelah mampir ke rumah wafat pak WR. Soepratman. Rumah beliau berlokasi di jalan Mangga no. 21 Tambaksari dan sekarang rumah ini sudah dijadikan cagar budaya dan dikelola oleh pemerintah Surabaya. Kenapa disebut rumah wafat? Karena di rumah inilah Bapak WR. Soepratman menghembuskan nafas terakhir, sedangkan rumah lahirnya terdapat di Purworejo, Jawa Tengah. Untuk mencari rumah ini sebenarnya tidak sulit, cukup pergi ke Taman Mundu, cari gapura jalan Mundu yang gambarnya seperti ini:

Kemudian jalan lurus saja sampai di perempatan, tengok ke kiri dan kalian akan menemukan rumah kecil dengan patung WR. Soepratman yang sedang memainkan biola.
Foto di atas adalah foto 3 bulan lalu (12 Mei 2018), waktu itu aku berkunjung sekitar jam 2 siang dan rumahnya tutup. Kata warga sekitar, yang jaga sudah pulang, akhirnya aku waktu itu harus puas melihat rumah ini dari luar dan memotret patung pak WR. Soepratman dari berbagai angle.
Karena aku orangnya ga mudah menyerah (*baca : ngotot), 28 Juli 2018 aku kembali berkunjung dan rumahnya bukaaa :). Seharusnya rumah WR. Soepratman ini buka setiap hari Selasa sampai Minggu mulai jam 09.00-17.00, jangan datang hari Senin karena memang kebanyakan museum tutup di hari Senin.
Begini pemandangan yang akan kalian temukan saat melongok dari pintu depan, sebuah buku tamu, buku biografi Bapak WR. Soepratman dan foto beliau yang tergantung di tembok.

Rumahnya cukup kecil, hanya ada 2 ruangan, 1 gudang, 1 toilet, dan halaman belakang. Tetapi rumah kecil ini menyimpan banyak informasi sejarah yang belum aku ketahui sebelumnya, misalnya tentang bagaimana beliau punya nama Rudolf sebagai nama tengahnya. Sejak SD, aku sudah tau kepanjangan dari W.R. pada nama Pak Wage, tetapi lama kelamaan aku mulai berpikir "kok bisa ada orang Jawa yang lahir pada awal tahun 1900an punya nama Rudolf?" Menurut cerita yang aku baca di sana, beliau lahir dengan nama Wage Soepratman, lalu saat berusia 11 tahun diberi nama tengah Rudolf dan diakui sebagai anak oleh kakak iparnya (Willem M. van Eldik) agar bisa didaftarkan di sekolah Eropa, E.L.S. Namun, akhirnya pak Wage tidak diperbolehkan bersekolah di sana karena diketahui bukan anak kandung van Eldik.

Fakta lain yang menurutku menarik dan baru aku ketahui setelah berkunjung ke museum ini adalah saat di Makassar Pak WR. Soepratman pernah bergabung dalam Black and White Jazz band sebagai pemain biola.
Berbagai informasi sejak bapak WR. Soepratman lahir, tumbuh besar, belajar musik, berkarir dalam dunia jurnalistik, dipenjara, hingga sakit dan meninggal bisa kita temukan di rumah kecil ini. Semua informasi cukup jelas dan ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris sehingga semua pengunjung bisa memahaminya. Sebenarnya tersedia QR code juga di setiap bagian informasi, tetapi sayangnya saat aku mencoba scan barcode tersebut tidak berfungsi. Saat itu sih aku sudah mengeluhkan hal ini kepada penjaganya, sayang banget kalo QR Code-nya tidak berfungsi, semoga segera diperbaiki ya.
Replika pakaian WR. Soepratman saat menghadiri kongres pemuda

Foto naskah asli lagu Indonesia Raya
 Saat aku berkeliling rumah ini, terdengar sayup-sayup lagu nasional yang dari pengeras suara yang terdapat di sudut ruangan. Suasananya mengingatkan aku saat dulu pernah berkunjung ke rumah bapak HOS. Cokroaminoto di daerah Peneleh.

Replika biola WR. Supratman di ruangan ke-dua
Replika berbagai penghargaan yang diperoleh WR. Soepratman

Gudang dan halaman belakang
 Berbagai barang (pakaian, biola, piagam penghargaan) yang disimpan di rumah ini hanyalah replikanya. Barang yang asli hanya dipan dan kursi yang terdapat di ruangan pertama.
Untuk bagian toilet sudah direnovasi total demi kenyamanan pengunjung. Jadi jangan kaget saat masuk ke toiletnya sudah seperti di hotel berbintang ya.
Selama berkeliling saya ditemani oleh mas penjaganya ini, masnya ramah, suka bercerita dan bahkan menawarkan diri untuk memfotokan saya juga. Dari masnya (yang waktu itu saya lupa untuk bertanya namanya), saya jadi tahu kalau patung yang ada di depan rumah pak WR. Soepratman (yang sudah dicat ulang beberapa kali, sebelumnya warna kuning, sekarang warna hitam) merupakan karya kakak iparnya, Willem M. Van Eldik yang juga merupakan guru musik pak WR. Soepratman (seingatku informasi tentang patung ini tidak dicantumkan di berbagai tulisan yang menempel di dinding).


Gimana? Tertarik untuk mengenal pahlawan kita lebih dalam? Mau lebih tahu berbagai informasi menarik mengenai maestro kebanggaan Indonesia ini? Datang saja ke Jalan Mangga nomor 21, rumah kecil dengan segudang cerita :)

Komentar